Pages

.:: Selamat Membaca semoga bermanfaat. Amin ::.

Syair Syekh Siti Jenar

Syekh siti jenar (tidak sesungguhnya)














Itulah sembah puji senantiasa 
Jika begitulah memang
Keberadaan manusia
Bahagia meski tanpa sandang
Tak beruka meski tanpa pangan
Kalaulah dicela
Justru teramat suka

Jika mendapatkan mara bencana
Serta segala musibah menimpa
Ia hanya tertawa
Karena hatinya tiada yang dijaga
Dan tiada yang ditakuti hanya kesentosaan
Dari lahir terus kebatin.



Lahir batin keberadaan Sukma
Yang disembah Gusti
Gusti yang menyembah
Diri menyembah disembah
Memuji dipuji sendiri
Timbal balik



Ilmu berarti mengatahui kenyataan
Yang bebas dari indra melebih lepasnya peluru
Hakekat ilmu sejati terletak pada cipta pribadi
Maksud dan tujuannya disatukan adanya
Lahirnya ilmu unggul dalam keadaan sunyi jernih



Wahdat tergesira
Kawula tunggal ing Gusti
Tunggalé tan pagepokan
Epan kumpul dadi siji
Ing dalem kalimah takbir
Munajat maring Yang Agung
Tan ana Gustiné kawula
Lebur papan lan tulis
Pan sanepa jené lan dembaga



Wus ilang jeneng dembaga
Sumerta araning jené
Ananinging gumebyar
Iku cahyanipun jené
Dén becik sira niti
Pasemon kang kaya iku
Pan aja kaliru tampa
kang dudu dipun araninya
mandar elameta imanira


Hidup itu bersifat baru
Dilengkapi pancaindra
Sebagai barang pinjaman
Bila diminta pemiliknya kembali
menjadi tanah dan membusuk
hancur dan bersifat najis
karena sifatnya itu pancaindra
tak dapat dipakai sebagai pedoman




Manusia yang hakiki adalah wujud hak,
kemandirian dan kodrat berdiri dengan sendirinya
Adanya kehidupan itu karena pribadi
Ditetapkan oleh pribadi, ditetapkan oleh kehendak nyata
Hidup tanpa sukma
tiada merasakan sakit atau lelah suka duka pun musnbah
Berdiri sendiri menurut karsanya
Hidup sesuai kehendaknya

Kodrat adalah kuasa pribadi
Tiada yang mirip atau menyamai
Kuasanya tanpa peranti
Dari tanpa rupa menjadi warna-warni
Lahir batin satu sebab sawiji
Iradat berarti
Karsa tanpa runding
Hidup berdiri sendiri
Menurut karsanya
Sesuai kehendaknya


Kurindukan hidupku yang dahulu kala
Ketika aku masih suci tiada terkira
Ketika aku belum kenal arah dan tempat
Tuk tahu hitam, putih, hijau, biru, jambon dan kuning pun tiada sempat
Kapankah aku ‘kan kembali pada hidupku yang dulu
lahir di alam kematian ini penuh kesusahan
Lantaran kalu memuat sidat baru



Seorang yang dihadap oleh kawulanya
Ia duduk dikursi kekuasaan dan kaya raya
Tanah luas dan hiasan rumahnya indah
Kemenangan ditangannya dan bangga
Tidak tahukah dia
Segenap benda didunia itu musnah dan menjadi tanah
Mengapa dia sombong dan pongah
Oh, kasihan saya kepadanya
Sifat dan citra diri sebagai mayat pun tak disadari
Ia merasa palling cukup dan pandai


:: Semua syair atau tulisan ini bersumber dari Buku  Syekh Siti Jenar 2 ( Makrifat dan makna Kehidupan)



Tuhan yang diBayangkan


SEORANG teman yang gemar mengumpulkan dan mendalami bacaan tentang sufisme mengirim sebuah SMS selepas tengah malam. Pendek isinya: “Di alam kubur Rabi’ah al-Adawiyah didatangi dua malaikat, ditanya ‘Man Rabbik?—siapa Tuhanmu?’. Rabi’ah menangis dan balik berkata, ‘Masya Allah … tanya Tuhan, siapakah Rabi’ah.’”
Saya tersenyum. Teringat akan dua anekdot lain. Pertama, seorang penjaja buah di bus, yang berpindah dari satu bus ke bus lain di jalan antara A—B, terlelap kecapekan di bangku bus kosong dalam bus yang melaju nyaris tak berpenumpang. Kondisi tidak nyaman yang membuat sopir muring-muring dan melaju tanpa kendali, salah mengukur tikungan dan tercebur masuk jurang setelah menabrak pagar jembatan. Si penjaja buah itu menjadi korban meninggal, tanpa sadar bila ia itu mengalami kecelakaan, dikuburkan, dan terjaga ketika didatangi dua malaikat.
“Man Rabbik?” hardiknya. Si penjaja itu tersentak, gelagapan mencari dagangan, serta spontan berteriak “Seribu tiga…!”
Dengan kata lain, seseorang terjaga dan tertidur dengan obsesi serta asumsinya sendiri, sekaligus tetap tranced dalam obsesi dan asumsi itu ketika mendadak ia terjaga lagi setelah tidur panjang. Maka jawaban khas Rabi’ah al-Adawiyah itu amat terkait dengan pilihan, cara hidup, serta obsesi sufistik yang kental dipraktekkannya. Identik dengan problem sosial, impian riil yang terkait dengan kenyataan sehari-hari, dan aksi pragmatik dalam berjuang menjajakan dagangan dan mencari laba yang khas dari si penjaja buah-buahan. Jadi tidak heran kalau ada lelucon, penjaja minyak tanah yang meneriakkan “Minyak!”, ketika ia sekarat dan ditantang dengan acuan keimanan oleh keluarganya. Ide mencari kematian beriman jadi kematian tragis kapitalistik.
***
ITU berkesejajaran dengan isu atheistisasi dengan pola dialektika materialisme ala PKI di paruh awal dekade 1960. Ketika seorang guru doktriner memimpin doa pada Tuhan dengan pamrih akan ada potlot begitu si anak didik minta potlot. Satu hal yang sia-sia karena Tuhan tak pernah bertindak secara riil pragmatik, dan karennya akan kalah ketika semua murid diminta sungguh-sungguh meminta potlot pada si guru, yang dengan segera membagikan potlot yang memang telah disediakan. Tuhan yang selalu transenden nun di entah akan kalah oleh tindakan praktis yang telah disiapkan dan direncanakan. Sekaligus: apa yang bisa dilakukan manusia ketika bertemu dengan masalah yang ada di luar rencana dan perhitungannya?
Itu kisah kedua yang muncul ketika menerima SMS sufistik tadi. Satu kisah yang menggigilkan si pengirim karena itu menunjukkan tingkatan majenun dari orang yang begitu khusyuk dan total mengamalkan amalan sufistik. Dan karenanya menjadi idola dan teladan, sebuah pola yang ingin ditirunya agar ia juga sampai pada tahapan lebur antara hamba—al-Chalik, hingga yang tertusuk padamu jadi luka padaku, dan sekaligus apa yang Aku ketahui adalah apa yang kamu ketahui. Satu tingkatan yang jauh amat tinggi ketimbang hanya ada di tahan aku hanya tahu yang duniawi dan terperangkap dalam labirin keduniawian—atau terperangkap oleh asumsi Tuhan itu hanya dirasakan ada dan karena itu tak akan bisa bertindak praktis dalam memenuhi harapan dan doa arang kebanyakan yang bergelut di tataran fisik dan praktis hal keduniawian.
Sekaligus juga semacam sengatan bagi level kesadaran kepapaan: diri hanyalah seorang abid—hamba ciptaan yang melulu hanya sahaya yang diwajibkan beribadat. Jadi alih-alih dari komplain si bersangkutan yang diharuskan mengajukan semacam proposal tentang kualitas dan mihrab keimanan pada Tuhan (Yang Maha Esa), tapi coba cek dahulu rekomendasi Tuhan (Yang Maha Esa) tentang kualitas dan mihrab keimanan si bersangkutan. Karena seorang ciptaan tetap hanya seorang ciptaan, yang meski amat diistimewakan dan disukai Tuhan, tapi cinta dan suka itu tak menyebabkan mereka jadi dua subyek yang sebanding.
***
POSISI mereka tetap ada di level peta hubungan kreasi antara Pencipta dengan ciptaan. Ada gradasi kualitas dan kehendak. Sesuatu yang menyebabkan seseorang harus tetap rendah hati dan tahu diri sebagai seorang ciptaan, hamba, serta sahaya—yang mengada di dunia ini dengan beban takdir sebagaimana digariskan oleh Tuhan. Tapi bisakah kita mengatakah hal yang formalistik itu pada orang yang tranceddalam kondisi majenun suifistik? Sesuatu yang membuat saya tidak tahu harus bagaimana menjawab SMS pagi buta itu—dan karenanya hanya bisa menghindar dengan membuat lelucon kisah seribu tiga si penjaja buah yang mati dalam kondisi tertidur rohaninya.
Sekaligus sadar: banyak kondisi rohani yang tertidur yang berbeda di antara satu orang dan orang lain—meski si bersangkutan merasa terjaga seperti guru yang sedang melakukan atheistisasi dialektika materialisme. Memang!

Diketik ulang oleh eno ganas
 Dari Beni Setia, pengarang

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/08/tuhan-yang-dibayangkan.html

Mudik Lebaran (Ketemu Cewek)

Jam 6.45 aku pergi dari rumah (Welahan - Jepara) bertujuan ke Bangkalan Madura, setelah aku pamit kepada semua keluarga dirumah aku langsung bergegas naik bus setelah ditanya mau di anterin apa gak katanya om ku, tapi aku menolak dengan tawaran beliau karena biar sedikit lebih bebas dengan waktuku diperjalanan.
hehehhe
10 menit kemudian aku sampai di Trengguli salah satu tempat di daerah Demak dengan maksud mencegat bus dari arah Semarang-Surabaya. Setelah sekian menit aku disitu sambil ditemani bapak tukang becak yang mangkal disitu, akhirnya bus yang aku tunggu kini datang juga.
"Kemana mas ?" Tanya salah satu kondektur bus Patas yang menghampiriku ditempat aku menunggu bus.
"Bungurasih Pak" Jawabku.
Lalu Kondektur mempersilahkan aku untuk naik dan memilih kursi duduk yang kosong. Disitu aku duduk dengan seorang pemuda berkaca mata serta kuping yang beranting. Pemuda dengan tinggi kurang lebih 155cm itu terlihat begitu kelelahan sehingga ia sama sekali menyapa kedatanganku entah dia habis bekerja tadi malamnya atau telah melewati malanya dengan begagan.
Ah, biarin ah mungking dia sedang kecapean dan ngantuk sehingga begitu terlihat lelap dalam tidurnya selama perjalanan. Untuk mengisi waktuku dalam perjalanan aku membarengi perjalananku dengan membaca buku Merahnya Merah, sebuah buku yang aku pinjem dari salah seorang temenku.
***
11.35 Aku sampai di kota Tuban dan pak sopir menggiring armadana ke salah satu restauran disana, aku kira bus yang aku tumpangi tidak bakal berhenti mengingat hari itu adalah bulan puasa tapi ternyata dugaanku salah, bus yang berpusat di Lamongan itu ternyata masih berhenti di restauran meski bulan puasa. Padahal dari pagi aku masih puasa, tapi karena aku mengidap penyakit maag akhirnya akupun ikut batalin puasa yang ke empat kalinya itu. hehehhe
Setelah selang 15 menit, pak kondektur menyuruh para penumpangnya untuk kembali naik dan duduk ditempatnya masing-masing karena perjalanan akan dilanjutkan. Roda armada terus berputar sesuai dengan kecepatan yang di atur oleh bapak supir bus itu, hingga pukul 15.00 sampailah aku di Gresik.
Terus berjalan. Bus yang aku tunggangi mau masuk toll itu berarti sudah mau sampai Surabaya. Tapi tiba-tiba supir berhenti menginjak peddal gasnya setelah bapak kondektur menyuruhnya karena ia habis menerima telefon dari rekannya dan memberitahunya bahwa rekannya yang satu pooll itu telah mengalami kecelakaan. Akhirnya bus yang saya tunggangi harus berhenti dan menunggunya dengan maksud para penumpangnya di oper ke bus yang saya ikuti tadi.
Walhasil. Dari pengoperan itu duduklah seorang gadis berambut panjang dengan badan agak kurus tapi tidak terlalu. Kitapun saling sapa, tapi aku yang lebih banyak bertanya kronologis kejadiannya (ngitung-ngitung kesempatan nyapa cewek. ahihihihi). Ia pun bertanya kepada aku dari mana dan mau kemana. Setelah bus agak laju jalannya, kitapun  berbincang agak jauh dari awalnya sehingga rasa nervouskupun mulai menghilang (maklum jarang ngobrol ama cewek). Cewek yang berwajah imut itu rupanya sedang duduk di bangku kuliah semester tujuh di IKIP PGRI Semarang.
Kitapun akhirnya mulai bercanda kecil dalam obrolan selama perjalanan. Namun ada yang amat menyedihkan ketika tujuan menuntut kita untuk berpisah di sebuah terminal di Surabaya (Bungurasih). Padahal kita belum sempat tanya nama atau paling tidak tukeran facebook. Dengan penuh gembira aku menerima uluran tangannya yang dimaksudkan untuk salaman perpisahan antara aku dan dia.

Sobat, ceritanya sampai disini dulu ya aku masih capek ne mau ngebo dulu.
Ihirrrrrrrrrr....

Sholat Dhuha


Hai saudara-saudariku, saya ingin berbagi pengalaman saya tentang shalat dhuha. Banyak sekali pengalaman saya yang menyenangkan setelah saya melaksanakan shalat sunnah yang di lakukan sekitar matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah (6,25 WIB )dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik. Ketika itu saya hidup di rumah kontrakan berdua dengan seorang temanku, sementara uang untuk kebutuhan hidup  sudah tidak lagi tipis melainkan telah ludes alis habiss, namun saya tetap yakin bahwa saya tidak akan mati kelaparan selama saya masih berusaha untuk tetap bisa hidup.

Pagi hari sekitar jam 5 pagi saya masih sempat bingung dari mana saya dapat mengisi perut ini untuk pagi nanti, sedangkan persediaan kebutuhan pokok telah habis dan uangpun juga udah ludes, sehabis shalat subuh saya bersih-bersih kontrakan dan mencuci pakaian yang sudah kotor, kemudian setelah semuanya selesai saya mandi dan siap-siap berangkat kerja. Sebelum saya keluar rumah untuk tujuan beribadah yakni bekerja untuk memenuhi kebutuhan, saya sempatkan untuk menggelar sajadah dan shalat Dhuha sebanyak tiga salam yakni 6 rakaat. Di akhir shalat setelah salam terakhir saya beristighfar, bertasbih, bershalawat serta bacaan-bacaan pujian lainnya yang menyerukan kebesaran Allah. Setelah itu saya menengadahkan tangan seraya meminta kepada Allah, dalam do'aku (“Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah. Dengan kebenaran dhuha-Mu,  keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuasaan-Mu, kudrat-Mu,  (Wahai Tuhanku) datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”).

Singkat cerita.
Jarum jam menunjuk ke arah angka 8.00 itu artinya ia mengajakku pergi keluar rumah dan beraktivitas seperti biasanya. Ketika keluar dan hendak mengunci pintu, Subhanallah... ternyata Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. Dengan kilat Dia telah kirimkan rezeki berupa makanan untuk saya yang dikirimkan melalui salah seorang teman saya. Adapaun dua bungkus makanan Catering kelas tinggi itu di tujukan untuk saya dan satu lagi untuk teman kost saya yang pada waktu itu sedang mudik ke kampung halamannya. Ternyata, meskipun saya tidak punya uang dan kehabisan persediaan bahan pokok, namun tuhan begitu sangat menyayangi saya.
Hanya ucapan syukur mendalam yang mampu saya ucapkan waktu itu karena kebahagiaan saya tiada bandingnya, dalam keadaan apapun bila kita mengingat Allah maka Allah pasti akan mengingat kita.

Itu salah satu pengalaman singkat saya sehabis shalat Dhuha, namun masih banyak yang masih belum saya tuangkan disini. Sepertinya sangat rugi sekali bila kita meninggalkan suatu ibadah yang sangat disukai Allah dan Rasul-Nya. Selain itu shalat dhuha mempunyai banyak keutamaan juga manfaat bagi siapa saja yang melakukannya semata-mata karena Allah SWT. 
Selain shalat ini bisa kita anggap sebagai aktivitas pemula kita disiang hari, juga sangat mudah dilakukan karena sudah pasti kita dalam keadaan segar.
Adapun jumlah rakaat dalam shalat dhuha yaitu minimal 2,4,6,8 hingga 12 rakaat, serta cara pelaksanaannyapun persisi dengan shalat-shalat fardhu lainnya.

 Berikut diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”

"Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang danugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya" Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani.[17]

KEMERDEKAAN SEJATI

Saudaraku .......!
Tulisan ini dipersembahkan untuk Indonesiaku
yang hari ini tepat berusia 66 tahun
dan ini bukanlah puisi juga bukan prosa
melainkan sekedar ungkapan rasa.

Saudaraku .....!
Saat ini kita berkumpul diheningnya malam 17 ramadhan
dan dengan semangat Kemerdekaan 17 Agustus
Insya’Allah akan menjadi energy baru untuk meningkatkan kwalitas jati diri kita
Tak ada pesta meriah menyambut kemenangan bangsa
dan tak ada acara special mengiringi peringatan Nuzulul Qur’an
Melainkan kita wujudkan rasa syukur itu
dengan duduk tafakkur sambil meng instropeksi diri

Saudaraku ...!
Memang benar negeri ini telah merdeka,
memang benar bangsa ini telah bebas dari penjajahan
dan memang benar kita telah lepas dari belenggu kekejaman perang,
tapi benarkah kita telah merdeka dari belenggu syahwat dunia
yang setiap saat siap  menghadang dan menyerang ?

Saudaraku
mari kita bermuhasabah :
Ketika Nuzul Qur’an kita peringati setiap tahun,
coba kita tanya diri kita sendiri
Sudah berapa kali kita khatamkan surat cinta ini ?
atau sudah berapa juz kita baca surat cinta ini ?
sekali aku bertanya:
sudah berapa ayat yang sudah kita telusuri
untuk kita reguk ilmu & hikmah lalu menikmati apa yang menjadi janji-Nya
itulah Surat cinta yang menawarkan kebahagiaan
dan akan membebaskan kita dari ancaman api yang membara

Oohh…ternyata…ooohh…ternyata
Al-Qur’an yang kita agungkan
kiranya menjadi hiasan yang diliputi debu-debu disudut lemari kita
Pantas saja, hati kita tak lagi tergetar ketika surat2 cinta itu dilantunkan
Karena sudah tertutup oleh debu-debu hedonisme,
Hedonisme yang menjanjikan kesenangan dunia semu

Itulah sebabnya kenapa Negeri yang indah ini menjadi kotor oleh tangan koruptor
Karena tak pernah merasa puas apalagi mau bersyukur dari setiap karunia-Nya yang tak terukur
Lihatlah berita-berita yang menghiasi layar kaca rumah-rumah kita
Setiap saat mengibarkan bendera para pahlawan koruptor,
silih bergnti mereka bercuap-cuap melacurkan kata-kata
dengan mengatas namakan rakyat kecil mereka memperebutkan kursi kekuasaan
dan ketika kursi kekuasaan itu sudah didapat rakyat tetap dikucilkan

wahai para pemegang kekuasaan, dimana bersembunyi hati nuranimu..?
sehingga puasa ramadhan pun yang mendidikmu selama ini
tak mampu lagi menjadi benteng pertahanan
untuk kendalikan keserakahan dan kerakusan yang membelenggu hatimu

jadi wajar saja
jika rakyat-rakyat kecil tetap merintih dan menangis hingga menembus langit,
maka tak heran ketika Sang Penguasa Langit dan bumi
menurunkan bencana demi bencana  di negeri ini
sebagaimana yang dikisahkan dalam surat Cinta-Nya berikut ini
……
“Jika sekiranya penduduk Negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami,
maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
(QS.7 Al-A’raaf ; 96)

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur..?
(QS.7 Al-A’raaf ; 97)

Saudaraku
sekali lagi aku bertanya
Sudakah kita merdeka sesungguhnya….?
….
Hanya diri kita masing-masing yang bisa menjawabnya

Tapi
Kalau boleh aku mengatakan, bahwa
Kita akan merasakan KEMERDEKAAN SEJATI,
apabila kita sudah konsisten dengan kalimat :

LAA ILAAHA ILLALLAH…MUHAMMADARASULULLAH

Dengan merefleksikan kalimat ini dalam kehidupan kita
insya’Allah tak ada lagi berita besar
yang berkisah tentang korupsi, manipulasi, intimidasi atau sekedar sensasi di negeri ini
dan tak ada lagi fitnah saling menghujat saling mencaci yang mengotori jiwa ini
*
Selamat berjuang negeriku
Selamat bekerja Indonesiaku
Mari membangun, mari memadu daya
mengabdi pada Sang Penguasa jagad raya

Damailah Indonesiaku
Damailah negeriku
Damailah jiwaku

Merdeka…!
Merdeka…!
Merdeka…!

*
Sumber :  Fauzi Nangjoe
Di ujung delta, 17 Agustus 2011

Selamat Hari Ulang Tahun Dirgahayu RI yang ke 66

Pertambahan usia sebuah negara bukan jaminan atas tercapainya kesejahteraan, ketahanan, dan kedaulatan bangsa itu. Yang terjadi, terkadang justru sebaliknya. Negara terus bertambah usianya, tetapi ketahanan, kemakmuran, serta kedaulatannya justru semakin melemah. Saat memperingati hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke-66, hari ini, kita khawatir kondisi itulah yang tengah berlangsung pada bangsa ini. Sejak 66 Tahun yang silam Bapak Soekarnoe sang Proklamator kita dengan gagah dan berani telah memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, para pejuang yang dengan gigih sehingga mereka berani memertaruhkan nyawanya walau bersenjatakan Bambu Runcing demi mempertahankan tanah air kita tercinta ini. Namun, dewasa ini di negeri ini kerap kali terjadi berbagai peristiwa yang di akibatkan dari prilaku para pejabat negara kita sendiri yang harusnya menjadi panutan dan tauladan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga dan berusaha memajukan negeri ini. Berbagai hal motif prilaku Pejabat yang tak seharusnya dilakukan para pemimpin mulai dari KORUPSI dan SUAP menyuap serta perampasan HAM juga Kurang Tegaknya Hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebenarnya jika kita mau berfikir dan merenungi betapa para pahlawan kita begitu amat sulit untuk bisa mencapai puncak kemerdekaan Republik Indonesia ini niscaya kita akan sadar betul betapa tugas kita sebagai generasi penerus sangat besar untuk menjaga dan melindungi negeri ini dari berbagai KOTORAN yang telah sekian lama mencemari Tanah Air kita tercinta ini.

Untuk para generasi penerus dimanapun berada mari kita bersama tanamkan rasa memiliki negeri ini sehingga kita akan benar-benar berperan untuk menjaga dan melindungi negeri ini dari hama-hama yang mampu melayukan negeri kita.

"Manakala suatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, Saudara-saudara, semua siap sedia mati mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap sedia, masak untuk merdeka." - Soekarno, 1 Juni 1945

"Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!" -Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945 


Kita memang berbeda namun kita tetap satu jua, jangan pernah kita permasalahkan perbedaan yang ada di negeri ini, karena semua itu membuktikan bahwa negeri Indoensia adalah bangsa yang sangat besar. Tak selayaknya bagi kita untuk mengotori hasil kerja keras para pahlawan dengan mebobrokkan negeri ini mulai dari segi terkecil hingga yang besar seklaipun.

Merdekakan diri kita dan pimpin diri kita sendiri agar yang lain tidak perlu kita pimpin.

Followers