Suatu Malam Khalifah Umar bin
Khattab ra. keluar rumah untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia disertai seorang
pembantunya. Mereka bedua berjalan di lorong-lorong kota Madinah. Doa kejauhan
Umar melihat nyala api.
“Aku melihat ada yang
kedinginan. Ayo kita kesana!” kata Umar pada pembantunya.
Umar
dan pembantunya bergegas menuju ke tempat api itu menyala. Umar dan pembantunya mendekat. Mereka menemukan
seorang wanita dan anak-anak yang masih kecil. Anak 0anak itu sedang duduk
mengitari periuk besar di atas api. Anak-anak itu mengeluh kelaparan.
“Aku
lapar Ummi, aku ingin makan Ummi...sudah dua hari aku belum makan dan udaranya
digin sekali. Perutku perih” kata seorang anak.
“Kau
dan adik-adikmu tunggulah sebentar sampai makanannya masak!” jawab sang ibu
menenangkan.
“Lami
sudah menunggu sejak sore tadi, kenapa belum masak-masak juga, Ummi ? Sampai
kapan kami harus menuggu, Ummi ? Sahut anak yang satunya.
Ibunya
diam saja. Saat itu Umar mendekat dan mengucapkan salam, “Assalamualaikum!”
“Waalaikumussalam,”
jawab sang ibu.
“Apakah
aku boleh mendekat ?” tanya Umar.
“Mendekatlah
jika kamu membawa kebaikan. Jika tidak, pergilah!”
“Apa
yang sedang terjadi disini?”
“Kami
sudah dua hari tidak makan. Kami kedinginan dan kelaparan!”
Umar
lalu mengamati anak-anak yang menangis di sekeliling periuk. Umar bertanya.
“Kenapa
mereka menangis?”
“Kelaparan
dan kedinginan.:
“Lalu
apa yang ada dalam periuk ?”
“Air.
Agar mereka diam dan tertidurr.”
“Apakah
kau tidak memberi tahu pada Khalifah Umar?”
“Seharusnya
dialah yang harus tahu keberadaan kami. Dia punya kuda juga ribuan pegawai dan
tentara. Dia seharusnya tidak boleh tidur nyenyak dirumahnya sementara ada
rakyatnya seperti kami yang kelaparan dan kedinginan.”
Mendenganr
perkataan wanita itu, hati Umar sangat pedih. Wanita itu tidak tahu sama sekali
kalau yang ada di hadapannya adalah Khalifah Umar. Dengan cepat Umar langsung
pergi mengajak pembantunya ke gudang penyimpanan gandung. Umar mengambil satu
karung gandung.
Umar
berkata, “Ayo naikkan kepundakku!”
Si
pembantu mencegah dan berkata, “Jangan Khalifah, biarlah saya saja yang
memanggulnya!”
Mendengar
perkataan pembantunya itu Umar malah marah dan menghardik, “Apakah kamu juga
akan memanggul dosaku dihari Kiamat kelak!”
Sang pembantu diam tak bisa menjawa. Ia lalu
menaikkan satu karung gandum itu ke pundak Umar. Lalu Umar juga menenteng
beberapa liter minya samin. Dengan tergesa Umar berjalan menuju rumah wanita itu.
Ia tidak peduli dengan beratnya beban dan dinginnya malam. Begitu sampai, api
yang menggodok periuk itu hampir pada. Anak-anak yang menangis sudah tertidur. Umar
meletakkan karung berisi gandum itu ketanah. Juga minyak samin yang
ditentengnya, ia lalu memasukka beberapa kayu bakar dan meniupnya sampai api
membesar kembali. Lalu keluar sebentar mencari air. Ia menambahkan air kedalam
periuk. Lalu mengambil gandum dengan kedua tangannya dan memasukkan kedalam
periuk. Begitu mendidih Umar mengaduknya sampai matang. Ia berkata pada wanita
itu,
“Sekarang
bangunkan anak-anakmu untuk makan.”
Anak-anak
yang kelaparan itu lalu bangun dan makan dengan lahapnya. Setelah itu mereka
bermain-main lalu tertidur kembali dengan nyenyaknya.
Wanita
itu berkata, “Jazakallah khaira, semoga
Allah membalasmu dengan pahala yang berlipat ganda!”
Sebelum
pergi Umar berpesan, “Besok datanglah kau ke tempat Khalifah Umar bin Khattab
ra. Beliau akan memberikan hakmu sebagai penerima santunan negara!”
Pagi
harinya wanita itu berangkat ke tengah kota Madinah untuk menemui Khalifah Umar
bin Khattab ra. Dan alangkah terkejutnya ketika ia tahu bahwa Umar adalah orang
yang memanggulkan dan memasakkan roti gandum tadi malam.
Sumber : Novel Diatas Sajadah Cinta
Sepenggal kisah ini patut kita tiru, betapa
seorang pemimpin itu besar tanggung jawab atas rakyat dan negaranya.
Salam Damai....
1 komentar:
subhanallah ,, crtanya terinspirasi banget ni bang,,
salam knal yea bang,,,
dtunggu ksah2 lainnya ni ;)
Posting Komentar